Friday, August 21, 2015

Nasehat Patah Hati Menurut Tere Liye

Nasehat ini diambil dari novel berjudul Rindu karya Tere Liye.

Hasil gambar untuk novel rindu tere liye

Kisah cinta Ambo Uleng

Apakah itu cinta sejati? Apakah kau besok lusa akan berjodoh dengan gadis itu? Apakah kau masih memiliki kesempatan?

Kau pemuda malang yang terpagut harapan, terjerat keinginan memiliki, dan terperangkap kehilangan seseorang yang kau sayangi. Tiga hal itu ada di dirimu sekarang. Harapan itu belum padam, sejauh apa pun kau pergi. Pun keinginan memiliki itu belum punah, sekuat apa pun kau mengenyahkannya. Dan terakhir, kehilangan itu justru mulai mewujud dan nyata. Setiap hari, semakin nampak wujudnya, semakin nyata kehilangannya.

Apakah cinta sejati itu? Maka jawabannya, cinta sejati adalah melepaskan. Semakin sejati perasaan itu, maka semakin tulus kau melepaskannya. Aku tahu, kau akan protes, bagaimana mungkin? Kita bilang itu cinta sejati, tapi kita justru melepaskannya? Tapi inilah rumus terbalik yang tidak pernah dipahami para pecinta. Mereka tidak pernah mau mencoba memahami penjelasannya, tidak bersedia.

Lepaskanlah. Maka esok lusa, jika dia cinta sejatimu, dia pasti akan kembali dengan cara mengagumkan. Ada saja takdir hebat yang tercipta untuk kita. Jika dia tidak kembali, maka sederhana jadinya, itu bukan cinta sejatimu. Kisah-kisah cinta di dalam buku itu, dongeng-dongeng cinta, atau hikayat orang tua itu semua ada penulisnya. Tapi kisah cinta kau, siapa penulisnya? Allah. Penulisnya adalah pemilik cerita  paling sempurna di muka bumi. Tidakkah sedikit saja kau mau meyakini bahwa kisah kau pastilah yang terbaik yang dituliskan.

Dengan meyakini itu, maka tidak mengapa kalau kau patah hati, tidak mengapa kalau kau kecewa, atau menangis tergugu karena harapan, keinginan memiliki, tapi jangan berlebihan. Jangan merusak diri sendiri. Selalu pahami, cinta yang baik selalu mengajari kau agar menjaga diri. Tidak melanggar batas, tidak melewati kaidah agama. Karena esok lusa, ada orang yang mengaku cinta, tapi dia melakukan begitu banyak maksiat, menginjak-injak semua peraturan dalam agama, menodai cinta itu sendiri. Cinta itu ibarat bibit tanaman. Jika dia tumbuh di tanah yang subur, disiram dengan pupuk pemahaman yang baik, dirawat dengan menjaga diri, maka tumbuhlah dia menjadi pohon yang berbuah lebat dan lezat. Tapi jika bibit itu tumbuh di tanah yang kering, disiram dengan racun maksiat, dirawat dengan niat jelek, maka tumbuhlah dia menjadi pohon meranggas, berduri, dan berbuah pahit.

Jika harapan dan keinginan memiliki itu belum tergapai, belum terwujud, maka teruslah memperbaiki diri sendiri, sibukkan dengan belajar. Senantiasa berbuat baik kepada siapa pun. Insya Allah, besok lusa, Allah sendiri yang akan menyingkapkan misteri takdirnya.

Sekali kau bisa mengendalikan harapan dan keinginan memilki, maka sebesar apa pun wujud kehilangan, kau akan siap menghadapinya. Kau siap menghadapi kenyataan apapun. Jikapun kau akhirnya tidak memilki gadis itu, besok lusa kau akan memperoleh pengganti yang lebih baik.

Apalah arti memiliki, ketika diri kami sendiri bukanlah milik kami.

Apalah arti kehilangan, ketika kami sebenarnya menemukan banyak saat kehilangan, dan sebaliknya, kehilangan banyak pula saat menemukan.

Apalah arti cinta, ketika kami menangis terluka atas perasaan yang seharusnya indah. Bagaimana mungkin kami tertunduk patah hati atas sesuatu yang seharusnya suci dan tidak menuntut apapun?

Bukankah banyak kerinduan saat kami hendak melupakan? Dan tidak terbilang keinginan melupakan saat kami dalam rindu? Hingga rindu dan melupakan jaraknya setipis benang saja.


No comments:

Post a Comment