Monday, September 19, 2016

[Review Buku] Rumah Kopi Singa Tertawa Yusi Avianto Pareanom



Apa yang akan kau lakukan bila kau tahu kapan dan bagaimana kematianmu datang, dosa menggetok kepala anak buta memanggilmu, novelmu yang segera terbit tetapi bentuk tubuhmu memalukan, tetanggamu mengantarkan makanan yang tak pernah enak, orang yang kau benci dimutilasi, dan kau sendiri terkena penyakit yang mengundang tawa? Mungkin kau akan kena ombrophobia takut rintik hujan, pergi bersama anjing buruk rupa ke desa yang melarang warna disebut sehingga kau harus bilang yang mata anak haram janda ujung desa setelah kedatangan perampok dari Utara untuk biru kehijauan, atau bahkan membeli kulit sida-sida. Mungkin kau akan tertawa, menangis, dan tergoda ikut bersama Yusi Avianto Pareanom mengopyok berbagai khazanah kebudayaan dunia dan menjadikannya kegilaan baru. 

Hasil gambar untuk rumah kopi singa tertawa 
diambil dari google image

Ini adalah buku kumpulan cerpen pertama Om Yusi yang saya baca. Sebenernya pengen yang Raden Mandasia, tapi tak apalah, ini dulu yang dibaca, toh juga ada bagian yang bercerita tentang Raden Mandasia. Dari covernya sendiri sudah menarik, yaitu di sebuah café yang orang-orangnya memakai topeng dengan gayanya masing-masing (kecuali mbaknya yang lagi ngadep ke tablet). Buku ini diterbitkan oleh Penerbit Banana yang gambarnya seorang lelaki mengangkat setundun pisang. 

Om Yusi ini adalah orang Semarang lhoh (yeayy, akhirnya baca juga karyanya orang Semarang!!!) jadi ga heran kalau beberapa ceritanya mengambil latar belakang kota Semarang. Ini merupakan suatu nilai plus untuk saya, karena lebih mudah memvisualisasikan dalam pikiran.

Sejak membaca cerita pertama, yaitu Cara-Cara Mati yang Kurang Aduhai, saya sudah dibuat tertawa oleh Om Yusi. Saya merasa gaya pemaparan Om Yusi sedikit banyak ada pengaruh dari gaya Semarangan, yang ceplas ceplos, lugas, jujur, dan apa adanya. Antar cerpen di buku ini sebenarnya tidak berkaitan (kecuali ada dua cerita tentang Raden Mandasia) dan tipikalnya tidak sama, baik itu endingnya, kadang penulisannya. Sebut saja Rumah Kopi Singa Tertawa yang menyajikan percapakan beberapa meja secara acak. Kemudian Dua Kisah Pendek tentang Punakawan, dimana Anda hanya akan menemukan dua tanda baca titik disana. Ending masing-masing cerpen ada yang membuat tertawa, bengong, masygul, geregeten, dsb, jadi saran saya, nikmati saja ceritanya. 

Favorit saya adalah Rumah Kopi Singa Tertawa, karena randomnya percapakan meja tersebut, dan menurut saya ini sebagai contoh lingkungan kecil bagaimana obrolan orang itu mencerminkan karakter dan permasalahan mereka masing-masing. Jelas saya menyukai gaya Om Yusi bercerita, feels like home. Saya memberi empat bintang untuk buku ini.

2 comments:

  1. menikmati cerpen Yusi memanag tak harus berpikir banyak. Just enjoy it. Baca dan baca, hahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya, jangan kaya sebagian orang semarang, si tukang keluh profesional, hahaha

      Delete