Tuesday, September 6, 2016

[Review Buku] Orang-Orang Proyek Ahmad Tohari



Aku insinyur. Aku tak bisa menguraikan dengan baik hubungan antara kejujuran dan kesungguhan dalam pembangunan proyek ini dengan keberpihakan kepada masyarakat miskin. Apakah yang pertama merupakan manifestasi yang kedua? Apakah kejujuran dan kesungguhan sejatinya adalah perkara biasa bagi masyarakat berbudaya, dan harus dipilih karena keduanya merupakan hal yang niscaya untuk menghasilkan kemaslahatan bersama?

Memahami proyek pembangunan jembatan di sebuah desa bagi Kabul, insinyur yang mantan aktivis kampus, sungguh suatu pekerjaan sekaligus beban psikologis yang berat. “Permainan” yang terjadi dalam proyek itu menuntut konsekuensi yang pelik. Mutu bangunan menjadi taruhannya, dan masyarakat kecillah yang akhirnya menjadi korban. Akankah Kabul bertahan pada idealismenya? Akankah jembatan baru itu mampu memenuhi dambaan lama penduduk setempat?

Hasil gambar untuk orang proyek ahmad tohari 
diambil dari google image

Novel kedua Ahmad Tohari yang saya baca, dan saya masih merasa amazed dengan tulisannya. Saya tertarik dengan Orang-Orang Proyek karena simple, saya sedang bekerja di proyek sekarang. Siapa tau ada cerita menarik di balik orang-orang proyek. Novel ini menceritakan konflik antara Kabul dengan system pemerintahan, masyarakat Orde Baru. Yang dikisahkan disini menurut saya pas dan tidak berlebihan. Kalau saya membaca buku ini di tahun 90-an, mungkin akan kentara sekali dengan kenyataan di lingkungan saya, tapi karena ini sudah 2016 saya hanya mengenang saja. 

Bagusnya penulis adalah bisa membuat para tokohnya itu seimbang bobotnya, tanpa mengurangi Kabul sebagai tokoh utama. Saya suka pergulatan batin masing-masing tokoh, serasa jujur, apa adanya. Andai saja ada sedikit cerita dari sudut pandang Wati, mungkin lebih baik. Novel ini terasa manly untuk saya, tapi saya suka, haha

Berikut adalah kutipan-kutipan yang saya suka :

“Jadi pengamalan kelima rukun itu bukan tujuan diutusnya Kanjeng Nabi?”
“Ya..”
“Nanti dulu. Jadi pengucapan syahadat, tindakan salat, dan seterusnya bukan tujuan keberagamaan kita?”
“Perhatikan lagi kata “kecuali”. Dengan demikian kita yakin bahwa tujuan keberagamaan kita adalah penyempurnaan budi luhur. Sedangkan kelima rukun hanya sarana untuk mencapai tujuan itu. Sarana, atau jalan, atau syariah. Tapi sepenting-pentingnya syariah, dia hanya jalan, bukan tujuan.”


“Yang saya maksud dengan perwira adalah parawira. Yaitu orang-orang yang tidak merasa kehilangan apapun ketika bersikap hormat dan peduli kepada orang lain; orang-orang yang tidak merasa rendah ketika meninggikan harkat dan martabat orang lain. Mereka adalah orang-orang yang malu ketika merasa dirinya lebih penting daripada orang lain siapa pun orang lain itu.”


“Atau karena daulat rakyat sesungguhnya memang belum tegak di republic yang sudah 45 tahun berdiri ini. Yang tetap tegak dati dulu adalah daulat pejabat, seperti pada zaman kerajaan. “


Hmm,,, agak ga jelas juga saya ngutip begini. Gamblang, begitu Ahmad Tohari sampaikan dalam novel Orang-orang Proyek.  Sayangnya saya membaca buku ini sepotong demi sepotong karena waktunya yang ga sempet :( padahal waktunya seminggu loh, baca separo pas hari pertama, dan baca separo sehari sebelum dikembalikan ke puskot :( Karena kurang enjoynya saya dalam membaca buku, saya hanya memberi rate 4 bintang (pls blame me)

1 comment:

  1. Tulisan AT begitu lekat dengan masyarakat sejatinya. Hal yang jarang dibahas penulis lain. Good review kak

    ReplyDelete