Begitulah lagu anak-anak yang sering
dinyanyikan saat saya masih kecil. Lagu itu akan saya simpan untuk anak saya
kelak, heheu~ Untuk kali ini, saya akan menceritakan kisah saya bersama Ifha,
pacarnya sepupu, di hari Minggu kemarin (31/07) di Kota Blitar all day.
Dari Kepanjen saya naik kereta Penataran Dhoho
yang saya pesan enam hari sebelumnya. Beginilah penampakan tiketnya.
Saya beli jauh hari sebelumnya agar mendapat tempat duduk, karena untuk kereta local ada tiket untuk berdiri. Wah kalau dua jam perjalanan berdiri ya lumayan. Lumayan pegel :p
Tiket kereta api lokal
Saya beli jauh hari sebelumnya agar mendapat tempat duduk, karena untuk kereta local ada tiket untuk berdiri. Wah kalau dua jam perjalanan berdiri ya lumayan. Lumayan pegel :p
Saya turun di Stasiun Blitar sekitar jam 09.45
langsung keluar menuju tempat parkir. Stasiunnya agak lebih besar daripada
stasiun Kepanjen. Di gerbang stasiun saya sudah disambut tukang ojek maupun pak
kusir yang mengendarai delman. Beda keadaannya jika saya turun di Stasiun
Tawang Semarang, antara ojek, becak, atau taksi yang menggebu-gebu menawarkan
jasanya kepada penumpang yang baru saja turun dari kereta. Pertama yang saya
pikirkan ketika turun adalah saya mau cari minimarket Alfa atau Indo, eh
ternyata ga ada, hehe. Then I realised that Blitar is not big city, let say,
small to medium city or medium to large? Ini pesen minuman the gopek apa
ngomongin kota?
Sepuluh menit kemudian Ifha datang menjemput
saya yang daritadi clingak clinguk dari minimarket. Ifha bilang memang agak
susah cari minimarket. Kami sepakat untuk ke Kampung Coklat dulu sebelum
jalan-jalan di kota. Dengan bimbingan GPS, akhirnya kami bisa menemukan dimana
Kampung Coklat, yang ternyata hanya 10-15 menit dari stasiun.
Kampung Coklat
Kampung Coklat berada di daerah Kademangan,
Blitar. Berawal saat peternakan ayam petelur milik Bapak Kholid Mustofa
(Pimpinan Kampung Coklat) mengalami kerugian besar akibat terjangkit virus Flu
Burung pada tahun 2004. Kebun seluas 750m2 milik keluarga yang sudah ditanami
kakao sejak tahun 2000 menjadi inspirasi awal. Ketiadaan pekerjaan dan tuntutan
ekonomi mengantar Bapak Kholid Mustafa lebih fokus di kebun kakao tersebut.
Hasil panen yang menggembirakan membuat beliau memutuskan mendalami budidaya
kakao dengan magang di PTPN XII Blitar dan Puslit Kota Jember. Beliau juga
mengajak beberapa rekan yang kemudian membentuk Gapoktan Guyub Santoso.
Gapoktan Guyub Santoso berdiri sejak 1 Januari
2005. Pada perkembangannya Gapoktan Guyub Santoso membentuk badan hokum UD, CV,
dan KSU yang kesemuanya bernama Guyub Santoso dan bergerak di bidang pemasaran
biji kakao baik pasar regional, nasional, maupun ekspor. Gapoktan Guyub Santoso
melakukan pengembangan dengan memulai memproduksi olahan coklat sejak tahun
2013. Coklat dengan cita rasa original bermerk GuSant menjadi produk unggulan
Guyub Santoso.
Tidak sulit menemukan tempat wisata yang satu
ini karena banyak penunjuk arah yang besar dan spesifik mengarah ke Kampung
Coklat. Tempat parkir kampung coklat nampaknya dikelola oleh masyarakat sekitar
lengkap dengan fasilitas toilet, bahkan mushola. Pada pintu masuk terdapat toko
kecil menjual produk dan souvenir kampung coklat, mungkin toko kecil ini untuk
para pembeli yang tidak masuk ke dalam kampung coklat. Anda akan disuguhi
dengan cerita sejarah kakao dunia dan Indonesia sebelum membayar tiket masuk
sebesar 5000 rupiah/orang.
Loket tiket masuk Kampung Coklat
Pohon coklat
Kesan saya saat pertama masuk kesini adalah
kagum, karena saya belum pernah melihat banyak pohon coklat yang dibawahnya
tertata rapi meja kursi untuk para pengunjung. Kemudian kami berjalan lebih
dalam, dan menemukan papan penunjuk fasilitas kampung coklat dan tebak, ada
berapa pujasera di sini? Ada tiga! Pastinya Anda tak akan kelaparan di sini. Kami
mencoba minuman chocolate mix yang harganya 8.000 rupiah/cup dan mie coklat
harganya 8.000/porsi (8.000 atau 10.000 saya agak lupa). Rasa minumannya tidak
mengecewakan sama sekali, tidak bikin serak dan yang jelas menyegarkan diminum
di saat siang panas terik. Harga makanan dan minuman di sini terbilang murah, rata-rata tidak melebihi 20.000 tiap porsinya.
Es chocolate mix dan mie coklat
Stand batik
Kebun bibit coklat
Di bagian dalamnya terdapat beberapa titik
playground untuk anak, kolam terapi ikan, cooking class (tempat untuk menghias
permen coklat dengan gula warna warni), kebun bibit coklat, stand batik, dan
ada tempat pameran kendaraan antik. Yang menjadikan kampung coklat adalah
tempat wisata yang nyaman untuk keluarga adalah banyak terdapat meja kursi dan
fasilitas umum lainnya, seperti pujasera, toilet, mushola, bahkan ada ruang
menyusui. Beberapa karyawan juga tampak rutin berkeliling untuk membersihkan sampah
yang ditinggalkan pengunjung sehingga kebersihan lumayan terjamin (well,
sebenarnya kita sendiri yang bertanggung jawab atas sampah yang kita hasilkan,
jadi buanglah sampah pada tempatnya).
Ketika akan pulang, jangan lupa sempatkan ke Chocolate Gallery dimana Anda bisa temukan berbagai olahan coklat yang bisa
Anda beli untuk keluarga di rumah. Harga yang ditawarkan cukup kompetitif
dengan kualitas yang saya harap tidak mengecewakan.
Sumber :
No comments:
Post a Comment