Apa yang akan kau lakukan bila kau tahu kapan
dan bagaimana kematianmu datang, dosa menggetok kepala anak buta memanggilmu,
novelmu yang segera terbit tetapi bentuk tubuhmu memalukan, tetanggamu
mengantarkan makanan yang tak pernah enak, orang yang kau benci dimutilasi, dan
kau sendiri terkena penyakit yang mengundang tawa? Mungkin kau akan kena ombrophobia takut rintik hujan, pergi
bersama anjing buruk rupa ke desa yang melarang warna disebut sehingga kau harus
bilang yang mata anak haram janda ujung
desa setelah kedatangan perampok dari Utara untuk biru kehijauan, atau
bahkan membeli kulit sida-sida. Mungkin kau akan tertawa, menangis, dan tergoda
ikut bersama Yusi Avianto Pareanom mengopyok berbagai khazanah kebudayaan dunia
dan menjadikannya kegilaan baru.
diambil dari google image
Ini adalah buku kumpulan cerpen pertama Om Yusi
yang saya baca. Sebenernya pengen yang Raden Mandasia, tapi tak apalah, ini
dulu yang dibaca, toh juga ada bagian yang bercerita tentang Raden Mandasia. Dari
covernya sendiri sudah menarik, yaitu di sebuah café yang orang-orangnya
memakai topeng dengan gayanya masing-masing (kecuali mbaknya yang lagi ngadep
ke tablet). Buku ini diterbitkan oleh Penerbit Banana yang gambarnya seorang
lelaki mengangkat setundun pisang.
Om Yusi ini adalah orang Semarang lhoh
(yeayy, akhirnya baca juga karyanya orang Semarang!!!) jadi ga heran kalau
beberapa ceritanya mengambil latar belakang kota Semarang. Ini merupakan suatu
nilai plus untuk saya, karena lebih mudah memvisualisasikan dalam pikiran.
Sejak membaca cerita pertama, yaitu Cara-Cara
Mati yang Kurang Aduhai, saya sudah dibuat tertawa oleh Om Yusi. Saya merasa
gaya pemaparan Om Yusi sedikit banyak ada pengaruh dari gaya Semarangan, yang
ceplas ceplos, lugas, jujur, dan apa adanya. Antar cerpen di buku ini
sebenarnya tidak berkaitan (kecuali ada dua cerita tentang Raden Mandasia) dan
tipikalnya tidak sama, baik itu endingnya, kadang penulisannya. Sebut saja
Rumah Kopi Singa Tertawa yang menyajikan percapakan beberapa meja secara acak.
Kemudian Dua Kisah Pendek tentang Punakawan, dimana Anda hanya akan menemukan
dua tanda baca titik disana. Ending masing-masing cerpen ada yang membuat
tertawa, bengong, masygul, geregeten, dsb, jadi saran saya, nikmati saja
ceritanya.
Favorit saya adalah Rumah Kopi Singa Tertawa,
karena randomnya percapakan meja tersebut, dan menurut saya ini sebagai contoh
lingkungan kecil bagaimana obrolan orang itu mencerminkan karakter dan
permasalahan mereka masing-masing. Jelas saya menyukai gaya Om Yusi bercerita,
feels like home. Saya memberi empat bintang untuk buku ini.
menikmati cerpen Yusi memanag tak harus berpikir banyak. Just enjoy it. Baca dan baca, hahaha
ReplyDeleteiya, jangan kaya sebagian orang semarang, si tukang keluh profesional, hahaha
Delete