Siapa yang tidak kenal Putu Wijaya. Beliau adalah seorang sastrawan yang serba bisa. Saya mengenal beliau lewat karyanya, yakni novel dan cerita bersambung di koran Suara Merdeka, lebih tepatnya dimulai sejak saya SMA.
Novel pertama yang saya baca judulnya Perang.
Cerita bersambung di koran SM yang saya baca (tidak selalu ikuti, tergantung Bapak beli koran atau tidak) judulnya Dangdut (kalau tidak salah).
Kali ini saya mau mengulas sedikit tentang Dangdut.
Gaya penulisan cerita Eyang Putu tidak sulit untuk diikuti oleh bocah SMA, seperti saya dulu. Bahasanya lugas, kosakatanya umum namun ketika dirangkai kadang perlu dibaca berulang kali untuk memahami makna sebenarnya.
Saya baru tahu kalau Dangdut ini adalah sebuah tetralogi (ya mana tahu kalau jadi cerita bersambung di koran). Tetralogi Dangdut terdiri dari empat buku :
1. Dangdut
2. Nora
3. Mala
4. Indonesia
Kisah berawal dari Mala, seorang redaktur media cetak yang pada saat kencing, "barangnya" tidak sengaja dilihat oleh Nora, tetangganya. Absurd bukan? Nah dari situlah, mereka diharuskan menikah oleh orang tua Nora, apalagi setelah kejadian itu Nora mengalami demam tinggi dan mengigau. Nora, yang menurut Mala adalah seorang wanita kampung/ dusun/ desa tidak berpendidikan dengan segala keanehannya, justru membuat Mala jatuh cinta. Kisah cinta mereka yang absurd akan menghiasi hingga buku keempat.
Tentunya tetralogi dangdut ini bukan hanya kisah cinta semata, namun konspirasi politik yang kental menarik untuk diikuti hingga akhir. Ketegangan dimulai sejak Mala menerima uang 400 miliar, dan di kemudian hari Midori, seorang artis porno, teman wanita Mala, ditemukan terbunuh dengan dipotong-potong di sebuah kamar hotel. Adam, seorang gay, teman Mala juga, turut memegang pion untuk konspirasi tesebut. Penangkapan Mala sebagai pembunuh Midori, menjadikan Nora harus menahan rindu dan bertahan hidup demi bertemu suaminya kembali.
Permainan kekuasaan dan harta digambarkan dapat mengubah siapapun menjadi kotor, lembek, mudah diatur. Cinta membuat orang melakukan tindakan irrasional baik sadar maupun tidak. Dalam cerita ini, pembaca tak hanya akan dibuat terkesima dengan jalan cerita, namun juga kadang dongkol (hah heh mulu saya). Sejak minggu kemarin buku ini saya terima, saya sudah sampai di buku keempat, Indonesia. Jujur saja, buku ini ditulis dengan cerdas, tidak mudah ditebak jadi akan banyak kejutan di dalamnya. Penasaran, kan?
No comments:
Post a Comment