Friday, August 21, 2015

Nasehat Patah Hati Menurut Tere Liye

Nasehat ini diambil dari novel berjudul Rindu karya Tere Liye.

Hasil gambar untuk novel rindu tere liye

Kisah cinta Ambo Uleng

Apakah itu cinta sejati? Apakah kau besok lusa akan berjodoh dengan gadis itu? Apakah kau masih memiliki kesempatan?

Kau pemuda malang yang terpagut harapan, terjerat keinginan memiliki, dan terperangkap kehilangan seseorang yang kau sayangi. Tiga hal itu ada di dirimu sekarang. Harapan itu belum padam, sejauh apa pun kau pergi. Pun keinginan memiliki itu belum punah, sekuat apa pun kau mengenyahkannya. Dan terakhir, kehilangan itu justru mulai mewujud dan nyata. Setiap hari, semakin nampak wujudnya, semakin nyata kehilangannya.

Apakah cinta sejati itu? Maka jawabannya, cinta sejati adalah melepaskan. Semakin sejati perasaan itu, maka semakin tulus kau melepaskannya. Aku tahu, kau akan protes, bagaimana mungkin? Kita bilang itu cinta sejati, tapi kita justru melepaskannya? Tapi inilah rumus terbalik yang tidak pernah dipahami para pecinta. Mereka tidak pernah mau mencoba memahami penjelasannya, tidak bersedia.

Lepaskanlah. Maka esok lusa, jika dia cinta sejatimu, dia pasti akan kembali dengan cara mengagumkan. Ada saja takdir hebat yang tercipta untuk kita. Jika dia tidak kembali, maka sederhana jadinya, itu bukan cinta sejatimu. Kisah-kisah cinta di dalam buku itu, dongeng-dongeng cinta, atau hikayat orang tua itu semua ada penulisnya. Tapi kisah cinta kau, siapa penulisnya? Allah. Penulisnya adalah pemilik cerita  paling sempurna di muka bumi. Tidakkah sedikit saja kau mau meyakini bahwa kisah kau pastilah yang terbaik yang dituliskan.

Dengan meyakini itu, maka tidak mengapa kalau kau patah hati, tidak mengapa kalau kau kecewa, atau menangis tergugu karena harapan, keinginan memiliki, tapi jangan berlebihan. Jangan merusak diri sendiri. Selalu pahami, cinta yang baik selalu mengajari kau agar menjaga diri. Tidak melanggar batas, tidak melewati kaidah agama. Karena esok lusa, ada orang yang mengaku cinta, tapi dia melakukan begitu banyak maksiat, menginjak-injak semua peraturan dalam agama, menodai cinta itu sendiri. Cinta itu ibarat bibit tanaman. Jika dia tumbuh di tanah yang subur, disiram dengan pupuk pemahaman yang baik, dirawat dengan menjaga diri, maka tumbuhlah dia menjadi pohon yang berbuah lebat dan lezat. Tapi jika bibit itu tumbuh di tanah yang kering, disiram dengan racun maksiat, dirawat dengan niat jelek, maka tumbuhlah dia menjadi pohon meranggas, berduri, dan berbuah pahit.

Jika harapan dan keinginan memiliki itu belum tergapai, belum terwujud, maka teruslah memperbaiki diri sendiri, sibukkan dengan belajar. Senantiasa berbuat baik kepada siapa pun. Insya Allah, besok lusa, Allah sendiri yang akan menyingkapkan misteri takdirnya.

Sekali kau bisa mengendalikan harapan dan keinginan memilki, maka sebesar apa pun wujud kehilangan, kau akan siap menghadapinya. Kau siap menghadapi kenyataan apapun. Jikapun kau akhirnya tidak memilki gadis itu, besok lusa kau akan memperoleh pengganti yang lebih baik.

Apalah arti memiliki, ketika diri kami sendiri bukanlah milik kami.

Apalah arti kehilangan, ketika kami sebenarnya menemukan banyak saat kehilangan, dan sebaliknya, kehilangan banyak pula saat menemukan.

Apalah arti cinta, ketika kami menangis terluka atas perasaan yang seharusnya indah. Bagaimana mungkin kami tertunduk patah hati atas sesuatu yang seharusnya suci dan tidak menuntut apapun?

Bukankah banyak kerinduan saat kami hendak melupakan? Dan tidak terbilang keinginan melupakan saat kami dalam rindu? Hingga rindu dan melupakan jaraknya setipis benang saja.


Cara MOVE ON menurut Tere Liye

Hasil gambar untuk move on

Perjalanan kita masih panjang. Iya, perjalanan hidup kita masih panjang dan hidup masih terlalu berharga jika kita hanya jalan di tempat. Maka apabila ada yang tertimpa kesedihan semoga beberapa kalimat yang saya kutip dari salah satu novel berjudul Rindu karya Tere Liye, bisa membantu memberi sedikit cahaya di hati.
Menurut saya pribadi, semua kalimat ini benar adanya, namun susah untuk dilakukan. Tapi bukan tidak mungkin untuk dilakukan. Berikut adalah kalimat-kalimat tersebut :

Kisah Bonda Upe tentang buruknya masa lalu :

1Berhenti lari dari kenyataan hidup
Kita keliru sekali jika lari dari sebuah kenyataan hidup. Tapi sungguh, kalau kau berusaha lari dari kenyataan itu, kau hanya menyulitkan diri sendiri. Ketahuilah, semakin keras kau berusaha lari, maka semakin kuat cengkramannya. Semakin kencang kau berteriak melawan, maka semakin kencang pula gemanya memantul, memantul, dan memantu lagi memenuhi kepala.

Cara terbaik menghadapi masa lalu adalah dengan dihadapi. Berdiri dengan gagah. Buat apa dilawan? Dilupakan? Itu semua sudah menjadi bagian hidup kita. Peluk semua kisah itu. Berikan dia tempat terbaik dalam hidupmu. Itulah cara terbaik mengatasinya. Dengan kau menerimanya, perlahan-lahan dia akan memudar sendiri. Disiram oleh waktu, dipoles oleh kenangan baru yang lebih bahagia.

2. Berhenti cemas atas penilaian orang lain
Maka ketahuilah, saat kita tertawa, hanya kitalah yang tahu persis apakah tawa itu bahagia atau tidak. Boleh jadi, kita sedang tertawa dalam seluruh kesedihan. Orang lain hanya melihat wajah. Saat kita menangis pun sama, hanya kita yang tahu persis apakah tangisan itu sedih atau tidak. Boleh jadi kita sedang menangis dalam seluruh kebahagiaan. Orang lain hanya melihat luar. Maka, tidak relevan penilaian orang lain.

Kita tidak perlu menjelaskan panjang lebar. Itu kehidupan kita. Tidak perlu siapa pun mengakuinya untuk dibilang hebat. Kitalah yang tahu persis setiap perjalanan hidup yang kita lakukan. Karena sebenarnya yang tahu persis apakah kita bahagia atau tidak, tulus atau tidak, hanya diri kita sendiri. Kita tidak perlu menggapai seluruh catatan hebat menurut versi manusia sedunia. Kita hanya perlu merengkuh rasa damai dalam hati kita sendiri.

Kita tidak perlu membuktikan apa pun kepada iapa pun bahwa kita itu baik. Buat apa? Sama sekali tidak perlu. Jangan merepotkan diri sendiri dengan penilaian orang lain. Karena toh, kalaupun orang lain menganggap kita demikian, pada akhirnya tetap kita sendiri yang tahu persis apakah kita memang sebaik itu.

3. Mulailah berbuat baik sebanyak mungkin
Apakah Allah akan menerima haji seorang yang hina? Hanya Allah yang tahu. Kita hanya bisa berharap dan takut. Senantiasa berharap atas ampunannya. Selalu takut atas azabnya. Belajarlah dari riwayat itu. Selalulah berbuat baik. Selalu. Maka semoga besok lusa, ada satu perbuatan yang menjadi sebab kau diampuni.

Kisah Daeng Andipati tentang kebencian terhadap orang lain :

1. Berhenti membenci orang lain
Ketahuilah, kita sebenarnya sedang membenci diri sendiri saat membenci orang lain. Ketika ada orang jahat, membuat kerusakan di muka bumi, misalnya, apakah Allah langsung mengirimkan petir untuk menyambar orang itu? Nyatanya tidak. Bahkan dalam beberapa kasus, orang-orang itu diberikan begitu banyak kemudahan, jalan hidupnya terbuka lebar. Kenapa Allah tidak langsung menghukumnya? Kenapa Allah menangguhkannya? Itu hak mutlak Allah. Karena keadilan Allah selalu mengambil bentuk terbaiknya, yang kita tidak selalu paham.

Ada orang-orang yang kita benci. Ada pula orang-orang yang kita sukai. Hilir mudik datang dalam kehidupan kita. Tapi coba pikirkan hal ini. Pikirkan dalam-dalam, kenapa kita harus benci? Kenapa? Padahal kita bisa saja mengatur hati kita, bilang saya tidak akan membencinya. Toh itu hati kita sendiri. Kita berkuasa penuh mengatur-ngaturnya. Kenapa kita tetap memutuskan membenci? Karena boleh jadi, saat kita membenci orang lain, kita sebenarnya membenci diri sendiri.

2.  Berikanlah maaf karena kau berhak atas kedamaian dalam hati
Ketahuilah, saat kita memutuskan memaafkan seseorang, itu bukan persoalan apakah orang itu salah, dan kita benar. Apakah orang itu memang jahat atau aniaya. Bukan! Kita memutuskan memaafkan seseorang karena kita berhak atas kedamaian dalam hati kita.

3. Tutup lembaran lama yang penuh coretan keliru, bukalah lembaran baru
Maka ketahuilah, kesalahan itu ibarat halaman kosong. Tiba-tiba ada yang mencoretnya dengan keliru. Kita bisa memaafkannya dengan menghapus tulisan tersebut, baik dengan penghapus biasa, dengan penghapus canggih, dengan apapun. Tapi tetap tersisa bekasnya. Tidak akan hilang. Agar semuanya benar-benar bersih, hanya satu jalan keluarnya, bukalah lembaran kertas baru yang benar-benar kosong.

Buka lembaran baru, tutup lembaran yang pernah tercoret. Jangan diungkit-ungkit lagi. Jangan ada tapi, tapi, dan tapi. Tutup lembaran tidak menyenangkan itu. Apakah mudah melakukannya? Tidak mudah. Tapi jika kau sungguh-sungguh, jika kau berniat teguh, kau pasti bisa melakukannya. Mulailah hari ini. Mulailah detik ini.

Kisah Mbah Kakung tentang kehilangan :

1. Lahir dan mati adalah takdir Allah.
Lahir dan mati adalah takdir Allah. Kita tidak mampu mengetahuinya. Pun tiada kekuasaan bisa menebaknya. Kita tidak bisa memilih orang tua, tanggal tempat …tidak bisa. Itu hak mutlak Allah. Kita tidak bisa menunda, maupun memajukannya walau sedetik. Dan ketika kita tidak tahu, tidak mengerti alasannya, bukan berarti kita jadi membenci, tidak menyukai takdir tersebut. Amat terlarang bagi seorang muslim mendustakan takdir Allah.

Allah memberikan apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan. Segala sesuatu yang kita anggap buruk, boleh jadi baik untuk kita. Sebaliknya, segala sesuatu yang kita anggap baik, boleh jadi amat buruk bagi kita.

Mulailah menerimanya dengan lapang hati. Karena kita mau menerima atau menolaknya, dia tetap terjadi. Takdir tidak pernah bertanya perasaan kita, apakah kita bahagia, apakah kita tidak suka. Takdir bahkan basa-basi menyapa pun tidak. Tidak perduli. Nah, kabar baiknya, karena kita tidak bisa mengendalikannya, bukan berarti kita menjadi makhluk tidak berdaya. Kita tetap bisa mengendalikan diri sendiri bagaimana menyikapinya. Apakah bersedia menerimanya, atau mendustakannya.

2. Biarkan waktu mengobati semua kesedihan
Biarkan waktu mengobati seluruh kesedihan. Ketika kita tidak tahu mau melakukan apalagi, ketika kita merasa semua telah hilang, musnah, habis sudah, maka itulah saatnya untuk membiarkan waktu menjadi obat terbaik. Hari demi hari akan menghapus selembar demi lembar kesedihan. Minggu demi minggu akan melepas sepapan demi sepapan kegelisahan. Bulan, tahun, maka rontok sudahlah bangunan kesedihan di dalam hati. Biarkan waktu mengobatinya, maka semoga kita mulai lapang hati menerimanya. Sambil terus mengisi hari-hari dengan baik dan positif.

Dalam Al Quran, ditulis dengan sangat indah, minta tolonglah kepada sabar dan shalat. Kita disuruh melakukan itu. Bagaimana mungkin sabar bisa menolong kita? Tentu saja bisa. Dalam situasi tertentu, sbaar bahkan adalah penolong paling dahsyat. Tiada terkira. Dan shalat, itu juga penolong terbaik tiada tara.

3. Lihatlah penjelasan dari kacamata yang berbeda
Lihatlah dari kacamata seseorang yang telah meninggalkan kita. Jangan memaksakan melihatya dari kacamata kita. Terus bersikeras, bertanya, tidak terima. Jika itu yang kita lakukan, maka kita akan terus kembali, kembali, dan kembali ke posisi awal. Tidka pernah beranjak jauh.

Kisah selanjutnya tentang Ambo Uleng tentang perjalanan cintanya akan saya buat dalam artikel terpisah.


Thursday, August 20, 2015

[Catatan] Dirgahayu Kemerdekaan RI ke-70

Merdeka!
Apakah arti merdeka itu?

KBBI mencatat merdeka adalah 1.bebas (dari perhambaan, penjajahan, dsb); berdiri sendiri : sejak proklamasi tanggal 17 Agustus 1945 itu bangsa kita sudah -; 2. Tidak terkena atau lepas dari tuntutan : - dari tuntutan penjara seumur hidup; 3.tidak terikat, tidak bergantung kepada orang lain atau pihak tertentu; leluasa : majalah mingguan -; boleh berbuat dengan-

Hasil gambar untuk merdeka 

Bagaimana saya menanggapi kemerdekaan Indonesia yang ke-70 ini?

Setelah beranjak dewasa, kesenangan dalam agustusan sudah pudar. Jelas karena saya tidak pantas lagi mengikuti lomba-lomba yang diadakan kampung, begitu pula saya tidak lagi mengikuti upacara bendera sejak kuliah hingga sekarang.

Namun kali ini, saya memperingati kemerdekaan dengan cara agak berbeda, yaitu dengan berpartisipasi dalam acara Napak Tilas Sejarah di Kota Malang, yang diadakan oleh lintas komunitas kota Malang. Perjalanan dimulai dari Taman Makam Pahlawan (TMP) kemudian ke Monumen Trip, Monumen Melati, Monumen TGP, Patung Chairil Anwar, Monumen KNIP, dan berakhir di Alun-alun Bunder Malang. Yang menarik dari napak tilas ini adalah adanya pemandu yaitu seorang arkeolog juga dosen, yaitu Bapak Dwi Cahyo yang sangat bersemangat dalam menjelaskan sejarah yang berkaitan dengan situs-situs tersebut.

Bisa dibilang, monumen2 yang kami kunjungi sebagian besar berkaitan dengan masa peperangan Agresi Militer II yang terjadi bulan Juli 1947 yang melibatkan Mas TRIP (Tentara Republik Indonesia Pelajar) dan TGP (Tentara Genie Peladjar) serta peristiwa Bumi Hangus Malang.

Saya merasa ada semangat perjuangan di sini. Iya, sangat terasa sekali, membayangkan bagaimana masih remaja pun sudah berani mempertahankan tanah air saat akan direbut oleh penjajah. Mereka yang berjuang pada masa itu mungkin sekarang sudah beristirahat dengan tenang, hanya beberapa saja yang masih hidup barangkali. Bisa dikatakan, generasi tersebut sudah habis.

Generasi selanjutnya mau tidak mau hidup dalam pergantian kekuasaan yang berujung pada lahirnya sebuah kelanggengan pada masa Soeharto. Siapapun yang hidup jaman itu pasti tidak akan melupakan wolak walik e jaman mulai 1965 hingga 1969. Setelah itu, hidup bernegara sudah dominan dengan unsur kemiliteran.

Hingga akhirnya kelanggengan itu harus pasrah dengan kekuatan baru yang bernama reformasi. Generasi baru era reformasi lahir, dengan tokoh-tokohnya yang masuk dalam pemerintahan, seakan-akan mencari jati diri dengan reformasi itu sendiri.

Pertanyaan yang sering ditanyakan adalah : sudahkah kita merdeka? Apakah benar-benar kita sudah merdeka?

Jawaban masing-masing orang bisa relatif. Secara bernegara, kita sudah merdeka dan berdaulat. Jelas sejak proklamasi kemerdekaan Indonesia. Tapi benarkah kita sudah bebas dari penghambaan, penjajahan? Bagaimana dengan kita yang dijajah oleh bangsa sendiri? Saya tidak tahu harus berkata apa.

Jika melihat dari buku-buku Pram yang kental sekali dengan jaman kolonial atau novel lainnya yang bernuansa tahun 1965, saya sepakat merdeka itu sangat bergantung pada masing-masing individual. Kebanyakan masyarakat Hindia Belanda, terutama pribumi adalah orang Jawa. Sistem kerajaan di Jawa apakah mengenal kata merdeka? Saya ragu akan hal itu. Rakyat pada saat itu hanya bisa patuh pada sang penguasa, memandang sang penguasa pun mereka takut, bukan karena kebengisan tapi karena mereka merasa hina, tak berarti apa-apa di depan penguasa. Mungkin itu salah satu kenapa Belanda bisa bertahan lama hingga 350 tahun. Mereka hanya perlu kerja sama dengan para raja, dan beres. Kemudian beberapa pribumi yang berpendidikan mulai memikirkan nasib bangsanya. Melihat kondisi sebagian besar pribumi yang sangat minus dari sisi kemanusiaan. Dari awal abad ke-19 mulailah golongan pribumi belajar berorganisasi. Semakin lama semakin besar, dan semakin sadar pribumi akan pentingnya bergabung dengan sesama pribumi. Tidak lebih dari setengah abad, Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Bayangkan, dari 350 tahun dijajah oleh Belanda, kita bisa merebut kembali kemerdekaan dengan kurang dari 50 tahun. Kemana saja kita selama 300 tahun sebelumnya?

Kemudian setelah kemerdekaan, apa saja yang telah kita lakukan? Dibandingkan dengan negara tetangga yang waktu kemerdekaannya hampir sama, mereka jauh melesat daripada kita. Memang kita bangsa yang besar, dengan kondisi geografis yang besar pula, namun seharusnya itu bukanlah satu alasan kenapa kita masih tertinggal dengan negara lain. Hal ini setidaknya menjadi titik tolak mengapa kita belum bisa menjadi seperti yang kita harapkan sebagai sebuah bangsa dan negara. Masih banyak PR yang harus kita kerjakan.

Satu poin yang bisa saya tarik dari sini adalah pendidikan. Pendidikanlah yang membuat kita bisa merebut kemerdekaan dari pemerintahan kolonial, pendidikanlah yang akan membawa kita pada suatu perubahan yang baik. Jika suatu negara ingin menjadi lebih baik, maka perbaikilah kualitas pendidikan bangsanya. Saya berharap mulai dari diri kita, lingkungan kita, dan semoga pemimpin masa kini dan masa depan, bisa lebih peduli lagi dengan pendidikan kita. It's better to light the candle than just to curse in the darkness. 

Saturday, August 15, 2015

Menjelajahi Novel Terbaik Indonesia

Aktivitas ini saya lakukan sejak bulan puasa lalu, ketika saya sudah kehabisan bahan drama korea untuk ditonton, beralihlah saya ke novel, sesuatu yang jarang saya sentuh kecuali jika ada sesuatu yang memotivasi saya. Berawal dari Bang Tere Liye yang akan berkunjung ke Gramedia Malang, saya membeli Rembulan Tenggelam di Wajahmu dan mendapatkan signature di cover dalam novel saya. Sudah lama saya tidak bertemu dengan tokoh besar dalam pernovelan Indonesia, hmm..tidak pernah malahan, hehe..

Lha koq ndilalah, Rembulan Tenggelam di Wajahmu itu kisahnya cocok dengan kebutuhan saya, move on…hahaha..kadang geli juga dengan perasaan ini, Alhamdulillah this book helped me a lot dalam hijrahnya hati. Kemudian saya share tentang buku ini ke teman saya, malah saya dapet rekomendasi novel lain untuk dibaca, malah dikasi artikel mengenai rangking 10 novel fiksi terbaik sepanjang sejarah Indonesia. Salah satunya adalah Bumi Manusia, karya Pramoedya Ananta Toer. Oke lah..saya belum pernah menjamah karya Eyang Pram sekalipun, tak ada salahnya menjelajahi pikiran Pram yang konon legendaris.

Hasil gambar untuk bumi manusia
Tetralogi Buru (taken from Google)

Malam sebelum hari raya, saya dapatkan pinjaman Bumi Manusia, novel pertama Tetralogi Buru, dan mulai membacanya selama liburan hari raya. I think this book really really great, awesome. Alus banget alurnya, detailnya, caranya bercerita, bisa banget membawa imajinasi saya ke jaman kolonial dulu. Pesan moralnya nangkep banget, dimana khas dari Eyang Pram adalah perjuangan atas ketertindasan dengan cara-cara yang luar biasa. Kadang saya berpikir, mungkin seharusnya begini cara asyik belajar sejarah, iya, sejarah kita. Bukan dari rangkuman di buku paket, LKS, tapi komunikasi dua arah (menurut saya novel bisa berarti komunikasi 2 arah karena imajinasi saya ikut terlibat dalam setiap kata untuk diwujudkan). Setelah itu, saya tergoda untuk membaca Tetralogi lainnya yang tersisa (Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca). Unfortunately susah banget cari buku ini di toko buku di Semarang, online pun juga mana ada yang buka saat libur hari raya. Akhirnya saya ke pasar buku di Semarang untuk mencari bajakannya (Oh God, I’m sorry terpaksa banget beli yang bajakan, maafkan Eyang Pram). Cari bajakannya pun juga ga gampang dan dari kesana kesini akhirnya komplit juga. Saya mulai membaca buku kedua dalam perjalanan ke Malang dan selesai buku keempat seminggu setelahnya. Tetralogi yang benar-benar luar biasa, walau agak melelahkan di bagian keempat karena diganti sudut pandangnya dengan Pangemanann. Kira2 saya sudah membaca 40% dari peringkat 10 novel fiksi terbaik.

Kemudian Ayu Utami, salah satu novelis terbaik Indonesia juga yang terkenal dengan dwiloginya, Saman dan Larung. Gaya berceritanya beda dengan Eyang Pram. Kita dibawa ke era 80-an dan 90-an dengan segalanya ada di sini. Kekerasan, cinta, politik, kemanusiaan, bahkan seksualitas. Saman, novel yang baru saya baca, membuat saya berpikir, apa saya bisa gila karena membaca buku? Entahlah, Saman ini novel yang luar biasa dengan gaya yang luar biasa pula. Saya tidak sabar menunggu Larung.

Penulis novel lainnya yang masuk dalam rangking 10 yang belum saya baca karyanya antara lain : Andrea Hirata, Mangunwijaya, Leila S.Chudori, Ahmad Tohari.

Saya merasa tiap buku membawa pesan moralnya sendiri. Tentang mana yang baik mana yang buruk. Tinggal bagaimana sisi manusia kita menanggapinya. Sebuah buku yang bagus juga seharusnya membawa perubahan untuk pribadi yang telah membacanya. Semakin banyak buku yang dibaca, semakin kaya pengetahuan kita, semakin kita terbuka cakrawala kita tentang dunia di seberang sana, tentang budayanya, tentang masanya. Entah kadang saya merasa sebuah buku bisa lebih berarti daripada kesenangan traveling namun tetap tiga dimensi kadang lebih baik daripada tanpa dimensi..hehe, bingung ya? Saya juga.

Semoga tahun ini, ah sebelum akhir tahun ini sebaiknya saya sudah membaca karya novelis terbaik lainnya itu. Terima kasih kepada Perpustakaan Kota Malang yang bersedia meminjamkan koleksinya kepada saya, sehingga saya bisa hemat budget untuk membeli buku. Saya akan benar-benar beli jika benar-benar saya ingin memilkinya dan jelas, harganya harus masuk akal. Terima kasih kepada Allah yang Maha Penyayang, memberi hamba kesempatan mendapatkan pencerahan lewat jalan ini, suatu cara yang indah. Terima kasih kepada diri sendiri, bertahanlah ragaku, terutama sepasang bola mataku..ini merupakan salah satu cara kita memberi makan kepada jiwa, pikiran, dan ruh. Mengapa diri ini selalu merasa lapar..adakah cara untuk berpuasa dari hal ini?


Friday, August 14, 2015

Cara Memasak Tumis Sayur tanpa Micin

Kadang mengejutkan jika mendengar ada teman yang sakit parah, misal kanker dan yang sakit bercerita dengan ekspresi yang biasa saja, dan ujung-ujungnya adalah konsekuensi harus mengubah pola makannya.
Tanpa micin salah satunya.

Sudah lama sebenarnya tiap kali jajan di luar saya sering bilang ke abang-abang yang masak untuk tanpa micin, entah dilakukan atau tidak. Makan bakso atau mie ayam tanpa saos sambal dan kadang juga tanpa kecap. Emang rasanya enak? udah terbiasa sih, jadi rasanya masih acceptable. Kadang saya berpikir menikmati makanan tanpa micin itu seperti ngetes rasa masakannya sebenarnya enak atau ngga. Kalau ga pake micin rasanya amburadul, ya memang begitulah berarti..hehee, dan sebaliknya kalau tetap enak tanpa micin, berarti masaknya jago. They should be confidence with their food, because originally taste good, dan lumayan kan bisa ngirit biaya bahan baku, micin. Hihihi..

Emang paling sehat itu masakan rumah. Tapi kadang saya sebel juga kalau ibu pake penyedap rasa (secara diam-diam), hehe..dan perdebatan kami tentang micin pasti diakhiri dengan "ini masih mending daripada kalau jajan di luar". Yaah..sudahlah..bener juga sih..tapi yaah..sudahlah...

Nah, kali ini saya mau sharing resep tumis tanpa micin. Everybody can make it. Rahasianya simpel koq, bumbunya dibanyakin. That's it. Thanks for my friend who has taught me to cook like this. Resep ini kiranya untuk 5 orang kali ya. 

Bahan :
2 buah wortel buah yang dihilangkan intinya trus dipotong-potong
brokoli secukupnya (potong dan kemudian rendam dengan air garam, agar binatang2 seperti ulat mengendap di air garam)
buncis secukupnya
kacang kapri secukupnya
1 buah jagung manis dipipil

Bumbu :
3 atau 5 butir bawang putih yang digeprek (kenapa ganjil? karena Allah suka dengan angka ganjil, begitu sih kata temen saya)
bubuk pala secukupnya
gula pasir secukupnya
garam secukupnya
minyak secukupnya
air secukupnya (1 gelas aja cukup)

Cara memasak :
1. Tumis geprekan bawang putih dengan minyak secukupnya sampai harum.
2. Masukkan sayuran yang susah lunak, seperti potongan wortel dan pipilan jagung, tumis sampai agak layu (jangan sampai kematengan)
3.  Masukkan air ke dalam tumisan kemudian masukkan bubuk pala secukupnya, jangan pelit-pelit. Aduk-aduk bentar kemudian masukkan sayuran lainnya.
4. Masukkan gula dan garam secukupnya. Diicipin ya jangan lupa, adjust sendiri rasanya sesuai selera. 
5. Tumis sayur sampai air tinggal dikit. Pastikan sayurnya matengnya pas ya..jangan sampai kematangan atau bahkan masih keras..hehe
Masakan siap disajikan :)

Inti dari masakan tanpa micin itu sebenarnya : bumbunya dibanyakin, ga pelit-pelit banget. Kalau yang bikin tumis ini sedep itu ya bawang putih dan bubuk pala-nya. Itu sebenarnya duo maut kalau di masakan sayur sop, cuma lebih sedep lagi pake kaldu beneran, kaldu sapi atau ayam. Woww...ngomongin makanan pagi-pagi bikin laperr...yuk ke pasar sekarang...

[Review] Novel Update Love

Hasil gambar untuk novel update love

Novel keempat karya Sayfullan ini mengisahkan tentang Dayu, seorang wanita karier yang bingung atas kehidupan cintanya. Pilih Mas Rama, lelaki yang selalu ada buat dia dalam suka maupun duka, atau Dino, lelaki pujaannya sejak kuliah dulu? Dayu versi jaman kuliah dikenal Rama sebagai perempuan yang cantik, lugu, penampilan biasa banget namun setelah hidup di Jakarta bermetamorfosis menjadi perempuan yang sombong dan serba menuntut.

Di saat Dayu jenuh dengan kehidupan cintanya bersama Rama, Dino datang bersama kenangan manis yang pernah terjadi antara Dino dan Dayu. Nah, apakah Dayu akan bersama dengan Dino, ataukah Rama?

Novel ini berhasil memanggil memori kehidupan saya saat jaman kuliah dulu. Sepertinya cerita novel ini masih relevan bagi orang-orang yang berusia 20-30 tahun dimana ada fase lulus kuliah-kerja-menikah. Perubahan gaya hidup, lingkungan pergaulan, bahkan karakter manusia itu sendiri kadang tidak bisa dihindari.

Alur novel ini cukup cepat menurut saya. Walaupun penulis berusaha menyajikan flashback di beberapa bagian, menjadikan akhir cerita ini mudah ditebak. Deskripsi yang kuat tiap objek dari cerita ini sudah bagus, namun kadang mengganggu (karena sebut merk kali ya, jujur saya pun kadang ga ngerti barang2 branded, apalah apalah..mungkin saya hampir sama old fashionnya kaya Rama). Untuk orang Jawa seperti saya, bahasa percakapan orang tua dan anak disini mudah dipahami, tapi untuk orang bukan Jawa, penulis seharusnya menyediakan footnote berupa terjemahan agar lebih mudah memahami.

Pesan dari novel ini tersirat walau agak samar. Untuk wanita seperti Dayu, tetaplah berkarier tanpa harus mengubah karaktermu, be your self, peganglah prinsip yang kamu yakin akan membuat dirimu lebih bahagia lahir batin. Hidup memang perlu di update, tapi inget kadang hidup itu upside down, jadi carilah sesuatu yang dia ga bakal rapuh pada saat kamu bersandar padanya.


Semoga review ini bermanfaat untuk kita semua. Semangat terus untuk penulis yang tetap berjuang, berjuang mewujudkan mimpi-mimpinya.